23 Juni 2016

Hari itu, Kamis (23 Juni 2016), mbah benar2 pergi untuk selamanya. Bukan hanya candaan atau gurauan, namun inilah nyatanya. Detak jantungmu berhenti, nafasmu pun tak ku dengar lagi. Iyaahh....ini memang benar, mbah telah berpulang selamanya. Om Sorgantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu. Om Ksama Sampurna Ya Namah Svaha. Semoga engkau tenang dalam peristirahatanmu yang abadi mbah....

Aku kehilangan lagi sosok yang aku sayang. Meski hanya sebentar aku bisa merawatnya, rasanya masih belum cukup waktu untuk bersamanya. Banyak hal dan impiannya yang belum sempat aku wujudkan, termasuk memintaku untuk memberinya cucu mantu. Dan inilah yang menjadi penyesalanku untuknya.

Sekuat apapun aku mencoba berusaha membahagiakannya, namun jika mengingat penyesalanku maka rasanya akan selalu ada yang kurang. Bahkan sampai akhir hayatnya, aku pun belum mampu mengabulkannya. Maafkan cucumu ini mbah.....aku belum mampu bukan karena aku tak mau, tapi aku tak ingin pernikahanku hanya sesaat. Yang aku impikan adalah pernikahan yang abadi dan selamanya, seperti pernikahan mbah uti dan mbah kong, pernikahan pekak sama nini dan pernikahan mama sama papa. Cuma mautlah yang memisahkan kalian, dan aku ingin mencontohnya.

Hal lain yang juga membuatku sedih mendalam adalah, ketika tante mengatakan bahwa sebelum mbah pergi, mbah selalu manggil-manggil nama aku. Aku sedikit mengacuhkan, karena aku pikir itu hal yang biasa mbah lakukan tiap harinya. Apalagi jika aku mau berangkat kerja, setiap aku berpamitan, mbah selalu memegang tanganku dan tak mau melepaskannya. Namun ternyata hari itu berbeda, panggilan itu mungkin mengisyaratkan bahwa mbah sudah tak kuat lagi dan gantian ingin berpamitan. Lagi2 aku tak memahami dan mengabaikan. Dan tak berapa lama, memang berita duka yang ku terima dari sebuah pesan singkat (WA) yang dikirim sepupu di grup keluarga besar "Innalilahi wa inalilahi, mbah sudah meninggal" begitu pesannya.

Mendengar pesannya aku bingung, apa aku harus bahagia atau sedih. Satu sisi aku lega karena mbah gak akan merasakan sakit yang berkepanjangan, namun sisi lain aku kehilangan nenek satu2nya yang aku punya sekarang. Nenek yang selalu membuatkan aku bubur jika aku sakit. Nenek yang selalu membuatkanku mie instan ketika aku pulang kerja jika aku meminta. Nenek yang selalu membuatkan masakan kesukaanku. Sekarang aku kehilangannya, kehilangan untuk selamanya......

Saat mbah terbaring dalam balutan kain coklat pun, aku masih merasakan nafasmu sesekali, namun setelah ku perhatikan lagi ternyata tidak ada pergerakan apapun darimu. Ku pasangkan ayat2 suci dari Handphone seperti yang biasa aku lakukan ketika mbah masih ada. Aku mempersiapkan keperluanmu untuk pemandianmu dan segalanya bersama sepupu yang lain.

Bakti terakhirku padamu mbah, dengan ikut serta memandikan dan membersihkanmu. Aku lihat dengan jelas tubuhmu mulai membiru, bahkan dibeberapa bagian tubuhmu ada kulit yang sudah mulai mengelupas, bibirmu pelu dan engkau hanya terbujur kaku dengan mata tertutup. Dengan sangat hati2 aku dan keluarga yang lain membersihkanmu. Setelahnya, aku juga ikut mengkafankan meski hanya membantu sedikit. Aku juga ikut membedaki agar mbah tampak cantik. Dan sebagai penutup, aku memberikanmu ciuman perpisahan. Inilah caraku mencintaimu disaat terakhirmu mbah. Setelah ini aku tak punya lagi kesempatan untuk melakukan bakti lagi.

Selamat jalan mbah...yang tenang ya disana...Semoga amal perbuatanmu diterima disisiNya. Segala dosa dan kesalahan semasa hidup, diampuni. Dan mbah bisa berkumpul dengan suami, saudara, anak serta mantu dan cucu yang sudah duluan pergi kesana. Selamat jalan mbah.... 


                            _Love you..... Love you More...._

Comments

Popular posts from this blog

Cinta (penipuan) Berkedok Pelayaran

Leboy..

Pura Kawitan "Arya Pengalasan" Lampung